Apakah kamu semakin tertarik membaca blogspot ini? Maka kamu resmi menjadi Sobat Kartun. Ingin lebih tahu hal lain yang berkaitan tentang kartun? Tetaplah membaca!
Pernahkah Sobat Kartun menyadari ketika seorang anak menonton
Naruto, kemudian secara tidak sadar anak tersebut mengikuti perilaku yang ada tampilkan
dalam kartun tersebut?
Ada media yang meliput bahwa ada seorang anak yang meninggal
karena mengikuti tingkah laku Naruto yang bisa meloncat dari satu tempat ke
tempat lain. Sungguh tragis bukan? Sangat disayangkan seorang anak yang
harusnya bisa menggapai masa depan namun harus berakhir begitu saja hanya
karena menonton kartun. Lalu apa respon orang tua setelah adanya berita itu?
Banyak yang menuntut supaya tayangan Naruto dihentikan karena tidak baik untuk
anak-anak. Apakah itu salah? Mari kita telaah!
Naruto merupakan suatu tayangan animasi buatan Jepang yang
diadaptasi dari serial manga yang berjudul sama. Secara garis besar Naruto bercerita tentang ninja yang hiperaktif dan nakal namun memiliki tekad yang kuat untuk menjadi Hokage atau pemimpin dan ninja terkuat di desanya. Tayangan Naruto bisa dikatakan
adalah untuk kategori Remaja. Kenapa? Tontonan remaja didasari dengan adanya
perubahan pola pikir dari anak-anak menjadi lebih dewasa. Kategori tontonan
remaja diidentifikasi dari umur 16 hingga 20 tahun. Kategori remaja pola
pikirnya sudah lebih terarah dibanding anak-anak dan lebih paham untuk
membedakan mana yang baik dan buruk untuk ditiru. Berbeda dengan anak-anak yang
harus diingatkan atau diberitahukan dahulu oleh orang tuanya apabila melakukan
sesuatu. Naruto memang memberikan peran edukasi dalam tayangannya, di mana anak
belajar untuk memahami betapa berharganya sahabat, guru bahkan orang tua dalam
hidup kita. Tidak hanya itu, Naruto juga mengajarkan bahwa lewat kebaikan,
hidup akan terasa berarti. Ada banyak lagi hal-hal baik yang diajarkan lewat
serial Naruto. Hanya saja, Naruto adalah tayangan yang diperuntukkan remaja
karena adegan-adegan dan gaya bahasa yang ditampilkan.
Akan tetapi di balik pembelajaran yang edukatif tersebut,
perlu diingatkan kembali bahwa klasifikasi anime Naruto adalah untuk Remaja
atau R. Sehingga penyampaiannya akan berbeda dibanding ketika menonton
Sofia The First atau "Upin dan Ipin". Pembahasan yang disampaikan juga tidak
seringan yang dibahas di "Boboiboy" atau "Adit dan Sopo Jarwo".
Bleach adalah salah satu anime yang berkategori R
Tidak hanya Naruto saja. Hal serupa juga berlaku untuk anime seperti One Piece, Eyeshield 21, atau bahkan kartun-kartun tahun 90an seperti "Ranma 1/2", Gundam Wing, dan sebagainya. Kategori mereka adalah R atau Remaja. Hal ini sering kali menjadi kelengahan orang tua karena tidak memahami bahwa konten tiap kartun yang ditayangkan itu berbeda. Misalnya saja Bleach yang menceritakan seorang siswa SMA
bernama Ichigo Kurosaki yang bisa melihat dan berkelahi dengan roh halus.
Dengan melihat tokoh dan alur ceritanya yang penuh adegan perkelahian seperti
ini, harusnya membuat orang tua lebih cermat apakah anaknya sudah cukup boleh
untuk menonton tayangan seperti itu? Jika umur anaknya adalah 15 tahun, hal itu
dirasa masih belum cukup karena anak umur 15 tahun masih dalam proses akil
balik dan masih mencoba untuk meniru apa yang dia lihat terlebih lagi lewat
tayangan televisi terkhususnya kartun atau anime.
Apabila anak tidak di pilah tayangannya, maka anak akan bergaya atau bertingkah seakan-akan ia adalah seorang Naruto atau seorang Luffy. Bukan hanya meniru tingkahnya, namun juga akan berbicara seperti mereka. Tidak menutupi bahwa akhirnya anak akan merobohkan batasan-batasan atau ketentuan yang sudah diatur oleh orang tuanya kemudian dilawan karena menonton Naruto atau One Piece. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santhoso (1994) di
sebuah Kotamadya Yogyakarta, diketahui bahwa adanya hubungan antara minat
terhadap film kekerasan dengan kecenderungan perilaku agresi. Salah satunya
adalah tayangan kekerasan di televisi yang terus-menerus ditonton oleh
anak-anak.
Sama halnya dengan tayangan sinetron yang marak tayang di berbagai televisi swasta. Orang tua kerap kali menganggap bahwa tidak masalah apabila anak menonton tayangan tersebut karena memiliki nilai hiburan yang sesuai dengan orang tua. Hal tersebut justru membuat anak akhirnya belajar dari sinetron untuk melakukan seperti yang ditampilkan kemudian ia terapkan kepada teman-teman atau orang tuanya. Secara garis besar, tayangan sinetron di Indonesia banyak menampilkan tindakan negatif seperti merebut pacar orang lain, melawan orang tua, orang-orang selalu dinotabenekan memiliki nilai religius yang tinggi. Cara pandang tersebut akan membuat stereotype anak terhadap orang lain, sehingga anak akan lebih mudah untuk bertindak kasar kepada temannya atau melawan orang tuanya, serta memandang orang lain dengan apa yang hanya ia ketahui bukan mengenalnya lebih baik.
Apakah orang tua berhak untuk berkata TIDAK terhadap kartun atau anime yang ingin ditonton oleh anaknya yang adalah kategori R? YA, itu harus! Akan ada saatnya anak akan menonton tayangan yang memang dikhususkan untuk remaja. Hingga pada masa itu, anak-anak tetaplah menonton tayangan kartun yang disesuaikan dengan umurnya dan klasifikasinya supaya terhindar dari adanya pergeseran moral. Yang terutama adalah bagaimana orang tua dengan sigap mampu menilai jenis tayangan yang ingin ditonton oleh anaknya. Sehingga, orang tua tidak menilai kartun hanya sebatas tayangan animasi, namun lebih memahami bahasan dalam kartun tersebut, sehingga tidak sembarang menyalahkan bahwa tayangan tersebut tidak baik atau patut untuk anak-anaknya.
No comments:
Post a Comment